MAKALAH PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN IPS DI SD : #3



:3 PROBLEM SOLVING DAN STM
 
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Salah satu hakekat pendidikan adalah proses mengarahkan anak pada pertumbuhan yang makin sempurna. Melalui pendidikan anak diharapkan dapat diarahkan secara terprogram untuk mencapai penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan sikap tertentu demi tugas-tugas profesional dan hidup. Dalam hal ini, pendidikan mengarahkan anak pada hal yang bersifat occupation-oriented atau training for life.
Pendidikan IPS sebagai bagian dari pendidikan secara umum memiliki peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan. Secara khusus Pendidikan IPS turut serta berperan dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas, yaitu manusia yang mampu berfikir kritis, kreatif, logis, dan berinisiatif dalam menanggapi gejala dan masalah sosial yang berkembang dalam masyarakat yang diakibatkan oleh perkembangan teknologi di era global. Salah satu cara sebagai langkah strategis yang perlu diambil oleh guru untuk dapat menciptakan sumber daya manusia berkualitas adalah dengan menggunakan beberapa metode dan pendekatan. Dalam hal ini pendekatan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM). Prayekti (2001) menyatakan bahwa pendekatan STM memungkinkan siswa berperan secara aktif dalam pembelajaran dan dapat menampilkan peranan sains dan teknologi di dalam kehidupan masyarakat.


 Pendidikan sains memiliki peran yang penting dalam menyiapkan anak memasuki dunia kehidupannya. Sains pada hakekatnya merupakan sebuah produk dan proses. Produk sains meliputi fakta, konsep, prinsip, teori dan hukum. Sedangkan proses sains meliputi cara-cara memperoleh, mengembangkan dan menerapkan pengetahuan yang mencakup cara kerja, cara berfikir, cara memecahkan masalah, dan cara bersikap. Oleh karena itu, sains dirumuskan secara sistematis, terutama didasarkan atas pengamatan eksperimen dan induksi.Sains melandasi perkembangan teknologi, sedangkan teknologi menunjang perkembangan sains. Sains terutama digunakan untuk aktivitas discovery dalam upaya memperoleh penjelasan tentang objek dan fenomena alam serta untuk aktivitas invention (penemuan) berupa rumus-rumus. Sedangkan teknologi merupakan aplikasi sains yang terutama dalam kegiatan invention, berupa alat-alat atau barang-barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, pengembangan sains tidak selalu dikaitkan dengan aspek kebutuhan masyarakat, sedangkan pengembangan teknologi selalu dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat. Dengan demikian sains, teknologi dan masyarakat merupakan bagian yang tak terpisahkan.
Dari pemikiran di atas, dapat dikemukakan bahwa tantangan pembelajaran sains saat ini adalah perlu menyesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dapat mengantisipasi masalah-masalah sosial yang berkaitan dengan sains dan teknologi. Untuk kepentingan itu, pembelajaran sains perlu dikaitkan dengan aspek teknologi dan masyarakat. Pembelajaran yang mengkaitkan sains dengan teknologi dan masyarakat, dikenal dengan pembelajaran dengan pendekatan sains, teknologi dan Masyarakat (STM) atau Science, Technology and Society (STS).

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka di rumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Apa itu Sains-Teknologi-Masyarakat (STM) ?
2.      Apa Hakikat Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) ?
3.      Bagaimana Penerapan Pendekatan STM dalam Pembelajaran ?
4.      Bagaimana kaitannya Pendekatan STM dalam Pembelajaran IPS ?
5.      Bagaimana Implementasi pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam Pembelajaran ?
6.      Apa Problematika Pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam Pembelajaran ?

C.      Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui pengertian Sains Teknologi Masyarakat.
2.      Untuk mengetahui Hakikat Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM).
3.      Untuk mengetahui Penerapan Pendekatan STM dalam Pembelajaran.
4.      Untuk mengetahui kaitannya Pendekatan STM dalam Pembelajaran IPS.
5.      Untuk mengetahui Implementasi pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam Pembelajaran.
6.      Untuk mengetahui Problematika Pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam Pembelajaran.
D.      Manfaat Penulisan
Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai wahana untuk melatih diri dalam pembuatan makalah yang berwawasan ilmu pengetahuan.
2.      Sebagai informasi tentang Hakikat Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM).
3.      Agar pembaca dapat mengetahui Penerapan Pendekatan Konsep Seni (STM) dalam Pembelajaran IPS serta Problematika nya dalam Pembelajaran.

























BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Sains-Teknologi-Masyarakat (STM)
Poedjiadi dalam Fajar (2004) mengemukakan, secara etimologi, kata teknologi berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu kata techne dan logos. Techne artinya seni (art) atau keterampilan, logos artinya kata-kata yang terorganisasi atau wacana ilmiah yang mempunyai makna. Menurut pernyataan Amien (1992 dalam Fajar 2004), tujuan pendidikan sains abad 21 antara lain; harus tanggap terhadap kondisi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi masa sekarang dan masa yang akan datang dan masalah-masalah sosial yang timbul dari isu-isu sosial. Sedangkan menurut Hidayat (1992 dalam Fajar 2004) untuk pendidikan sains 2000 hendaknya ditujukan pada pengembangan-pengembangan individu yang melek sains, mengerti bahwa sains-teknologi dan masyarakat saling mempengaruhi dan saling bergantung, mampu mempergunakan pengetahuannya dalam membuat keputusan-keputusan yang tepat dalam kehidupan sehari-hari.

B.       Hakikat Pendekatan STM
Istilah STM antara lain: Sains-Teknology-Society (STS), Science Tehcnology Society and Environtment (STSE) atau sains Teknologi Lingkungan dan Masyarakat (Salingtemas). Sebenarnya intinya sama yaitu environtment, yang dalam berbagai kegiatan perlu ditonjolkan. Istilah STM untuk pertama kali diciptakan oleh John Ziman dalam bukunya “Teaching and Learning About Scince and Society” Ia mengemukakan bahwa konsep-konsep dan proses sains seharusnya sesuai dengan kehidupan siswa sehari-hari (Iim Wasliman. 2002:26).
STM merupakan pendekatan terpadu antara sains, teknologi, dan isu yang ada di masyarakat. Adapun tujuan pendekatan STM adalah menghasilkan peserta didik yang cukup memiliki bekal pengetahuan, sehingga mampu mengambil keputusan penting tentang masalah-masalah dalam masyarakat serta mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang telah diambilnya. (Iskandar. 1996).




Pendekatan STM dikembangkan dengan tujuan agar :
1)      Peserta didik mampu menghubungkan realitas sosial dengan topik pembelajaran di dalam kelas.
2)      Peserta didik mampu menggunakan berbagai jalan/perspektif untuk mensikapi berbagai isu/situasi yang berkembang di masyarakat.
3)      Peserta didik mampu menjadikan dirinya sebagai warga masyarakat yang memiliki tanggung jawab sosial.
Keterpaduan dalam sains sebenarnya terdiri dari beberapa pola, antara lain keterpaduan proses dan produk, keterpaduan berbasis obyek, keterpaduan antar bidang, dan keterpaduan berbasis persoalan. Bagi siswa SD, khususnya untuk kelas tinggi memiliki kecenderungan pada keterpaduan berbasis persoalan, karena idealnya untuk pembelajaran kelas tinggi sudah menggunakan sistem guru bidang studi. Sedangkan untuk kelas rendah memiliki kecenderungan untuk mengikuti pola keterpaduan antar bidang, karena biasanya masih menggunakan sistem guru kelas. Keterpaduan antar bidang ini diwujudkan melalui tema tematik.
IPS adalah salah satu bidang studi yang rumit karena luasnya ruang lingkup dan merupakan gabungan dari ilmu-ilmu sosial, seperti geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, dan antropologi. IPS sebagai disiplin operasional yang efektif dan memperhatikan studi tentang manusia di masyarakat, memainkan peranan sangat penting dalam situasi global sekarang ini. Namun demikian yang kita jumpai dalam kenyataan, pengajaran IPS didominasi oleh proses pembelajaran yang menggunakan buku literatur. Sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa pengajaran IPS hanya menghafal konsep dan tidak bermakna, tidak relevan dengan apa yang dihadapi siswa dalam kehidupannya sehari-hari di masyarakat.
Melalui proses pembelajaran STM akan mengantarkan siswa untuk melihat ilmu sebagai dunianya, siswa akan mengenal dan memiliki pengalaman sebagaimana yang pernah dialami oleh seorang ilmuwan. STM dengan teknologinya berusaha menyembatani antara ilmu dan masyarakat. Penerapan ilmu sudah saatnya terus dikembangkan agar apa yang diperoleh di bangku sekolah tidak lagi hanya sebatas pengetahuan yang sulit dipahami karena hanya berupa konsep-kosep abstrak, sehingga sulit diterapkan di dalam masyarakat.


Menurut Yager (Arnie Fajar.2002:27), secara umum pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM memiliki karakteristik, sebagai berikut:
1.      Identifikasi masalah-masalah setempat yang memiliki kepentingan dan dampak.
2.      Penggunaan sumber daya setempat (manusia, benda, lingkungan) untuk mencari informasi yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah.
3.      Keterlibatan siswa secara aktif dalam mencari informasi yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari.
4.      Penekanan pada keterampilan proses, dimana siswa dapat menggunakan dalam memecahkan masalah.
5.      Kesempatan bagi siswa untuk berperan sebagai warga negara dimana ia mencoba untuk memecahkan masalah-masalah yang telah diidentifikasi.
6.      Identifikasi bagaimana sains dan teknologi berdampak kepada masyarakat di masa depan.
7.      Kebebasan atau otonomi dalam proses belajar.
Menurut Rusmansyah (2003) dalam Aisyah (2007), pendekatan STM dilandasi oleh tiga hal penting yaitu:
1.   Adanya keterkaitan yang erat antara sains, teknologi, dan masyarakat yang dalam pembelajarannya menganut pandangan konstruktivisme, yang menekankan bahwa si pembelajar membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungan,
2.   Proses belajar-mengajar menganut pandangan konstruktivisme, yang pada pokoknya menggambarkan bahwa anak membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungan.
3.   Dalam pembelajaran terkandung lima ranah, yaitu pengetahuan, sikap, proses, kreativitas, dan aplikasi.







C.       Pendekatan STM dan Kaitannya dengan IPS
Keterkaitan antara sains, teknologi, dan masyarakat tidak diragukan lagi, ini dapat dipahami malaui pernyataan-pernyataan berikut ini. Sebuah komite nasional Amerika yaitu National Committee Science and Society (NCSS), mengeluarkan buku yang berjudul “Ilmu Eksakta dan Ilmu Pengetahuan Sosial” menunjukkan betapa pentingnya membahas dampak sosial dari kemajuan dan permasalahan ilmiah. Buku ini menjadi tonggak dalam upaya memperkenalkan pentingnya STM sebagai jembatan antar program eksakta dan program IPS.
William H. Cartwright (Arnie fajar. 2002;36), menyatakan bahwa ilmu alam dan ilmu sosial mempunyai kaitan erat dan tidak dapat dipisahkan. Dampak ilmu alam kepada masyarakat merupakan fenomena sosial. Pengaruh kemajuan ilmiah dan teknologi, pertanian, kesehatan, dan perang juga berpengaruh terhadap masyarakat. inipun juga merupakan fenomena sosial.Pemikiran ilmiah akan berpengaruh terhadap alam di mana masyarakat bertempat tinggal. Dengan kenyataan di atas maka kita harus menyadari bahwa memang ada kaitan erat antara ilmu alam dengan ilmu pengetahuan sosial.
Pada awalnya pendekatan STM ini diperuntukkan bagi mata pelajaran IPA, akan tetapi pada perkembangan selanjutnya dikembangkan untuk mata pelajaran IPS. Dengan alasan, banyak sekali isu-isu atau masalah-masalah dan menarik di dalam kehidupan masyarakat dan sangat dekat dengan kajian IPS. Untuk mengatasai isu atau masalah yang timbul di masyarakat tersebut, siswa dapat mengaplikasikan konsep pendidikan STM yang telah dipelajari. Sangat dimungkinkan dalam prosesnya terdapat keterkaitan dengan aplikasi konsep IPA.
Perkembangan sains dan teknologi dapat menimbulkan perubahan masyarakat. Seperti analisis yang dilakukan oleh Mead, bahwa perubahan masyarakat itu diakibatkan oleh masuknya pengaruh asing yang berupa teknologi. Masuknya teknologi dalam masyarakat ternyata tidak hanya mengubah kondisi kehidupan masyarakat, tetapi juga dapat merubah cara hidup manusia dalam masyarakat tersebut. (Mead. 1962:288).
Sains dan teknologi sangat erat hubungannya dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Dinamika kehidupan masyarakat menuntut adanya berbagai inovasi dalam bidang sains dan teknologi yang mengarah pada seluruh aspek kehidupan manusia. Pada taraf teknologi mutakhir sekarang ini, sarjana sains dan teknologi hanya dapat hidup dan berkarya dalam suatu struktur masyarakat.
Dunia teknologi sudah mengambil skala dunia dan semakin menyatu dengan totalitas ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan militer. (Mangunwijaya;1983). Dengan demikian antara sains, teknologi, dan masyarakat terdapat hubungan yang saling mempengaruhi. Sains dan teknologi dihasilkan oleh dan untuk masyarakat, perkembangan sains dan teknologi ditentukan oleh dinamika kehidupan masyarakat, sebaliknya masyarakat dipengaruhi oleh perkembangan sains dan teknologi.
Kemajuan sains dan teknologi seringkali berdampak pada terjadinya masalahmasalah dalam masyarakat. Hal ini disebabkan kemajuan sains dan teknologi sering tidak diiringi kesiapan dari masyarakat termasuk peserta didik. Misalnya berbagai siaran televisi melalui satelit komunikasi, menimbulkan berbagai permasalahan terhadap anak didik, misalnya menjadi malas belajar, dan mudah meniru hal-hal yang negatif dari adegan film. Pencemaran dapat berpengaruh terhadap kesehatan fisik biologis, dan mental psikologis, dan masih banyak contoh lagi dari kehidupan sekitar kita.
Dampak negatif dari perkembangan dan penerapan sains dan teknologi mengakibatkan berbagai ketimpangan, misalnya goncangan fisik (pshysical shock) dan kejiwaan (psychological shock).
Cobalah Anda amati dan hayati, kedatangan turis dari manca negara ke Indonesia mempengaruhi tingkah laku maupun budaya masyarakat setempat, dimana para remaja merasa gaul dan rasa percaya diri tinggi jika mengikuti mode dari luar, misalnya cara berpakaian, perilak, makanan, potongan dan warna rambut. Selain itu juga menyebabkan munculnya masalah perilaku individu atau masyarakat terhadap berbagai penyakit sosial. Misalnya di tempat-tempat wisata, seperti tempat wisata Kaliurang di lereng gunung Merapi dan pantai Parangtritis di Yogyakarta akan muncul wanita tuna susila, mereka ini merupakan media penularan penyakit AIDS yang sangat menakutkan karena sampai sekarang belum ditemukan obatnya. Penyakit ini disebabkan oleh, virus yang menyerang kekebalan tubuh manusia, dimana penyebarannya dapat melalui kontak seksual dari pengidap atau penderita kepada penerima pertama. Selanjutnya penyakit tersebut dapat menular kepada pasangannya. Penggunaan alat-alat suntik yang tidak steril juga dapat menyebarkan penyakit tersebut dengan cepat.
IPS merupakan hasil integrasi dari ilmu-ilmu sosial (sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi) harus mampu mensintesiskan konsep yang relevan antara ilmu-ilmu sosial tersebut. Selain itu kiranya perlu dimasukkan unsur-unsur pendidikan dan masalah-masalah sosial dalam hidup bermasyarakat (M.Norman Somantri.2001;198).
Dengan demikian IPS dapat mengkcounter berbagai permasalahan sosial yang ditimbulkan oleh perkembangan sains dan teknologi. IPS dapat dijadikan media dalam memberikan pemahaman tentang sains dan teknologi dalam kehidupan manusia.
Peran IPS disini bukan sebagai pencetak ilmuwan, melainkan lebih mengutamakan pada berpikir bagaimana menghadapi dampak sosial sebagai akibat perkembangan dan penerapan sains dan teknologi. Hal ini diperlukan agar masyarakat dapat menerima berbagai hasil sains dan teknologi disertai dengan pemahaman yang cukup. Pada akhirnya diharapkan mereka dapat menerima hasil teknologi tanpa disertai gejolak-gejolak sosial, bahkan dapat digunakan untuk kemajuan masyarakat itu sendiri.
Sehubungan hal di atas menurut Pejiadi (2002), pendidikan sains yang pada mulanya hanya menekankan pada pembelajaran konsep dan proses sains untuk meningkatkan aspek kognitif saja. Tetapi dengan melihat kenyataan di atas perlu pula dikembangkan aspek afektif yaitu nilai dalam bentuk kepedulian terhadap lingkungan, yaitu kepedulian terhadap kemungkinan-kemungkinan dampak negatif dari perkembangan sains dan teknologi. Dengan demikian jelas bahwa konsep-konsep pendidikan IPS telah dimasukkan kedalam pengkajian pendekatan STM. Artinya pendidikan IPA dan IPS memang mempunyai kaitan yang sangat erat dan saling melengkapi.
Pendekatan STM ini sesuai dengan hakikat Kurikulum Berbasis Kompetensi 2001, yaitu merupakan upaya untuk menyiapkan peserta didik yang memiliki kemampuan intelektual, emosional, spiritual, dan sosial yang bermutu tinggi. Dengan demikian tanggung jawab siswa sebagai warga masyarakat dituntut kesediaanya untuk mengambil tindakan melalui instrument-instrumen demokratis untuk mengontrol kekuatan teknologi baik kepada manusia maupun kepada alam, yang merupakan unsur penting bagi keberadaan manusia.
Pendekatan STM dalam IPS tidak perlu disusun dalam pokok bahasan baru, melainkan dapat disisipkan pada pokok-pokok bahasan yang telah ada. Dengan pendekatan STM ini dapat memberikan gambaran utuh tentang berbagai aspek kehidupan manusia. Tetapi harus diketahui bahwa dengan digunakannya pendekatan STM dalam pembelajaran IPS akan dibangun suatu dimensi baru, yang lebih menekankan pada segi pragmatis yang mengungkapkan hal-hal yang bermanfaat dan berhubungan langsung dengan aspek kehidupan siswa.
Agar pelaksanaannya pembelajaran dengan pendekatan STM dapat berhasil dengan baik, maka sebagai seorang guru kiranya penting untuk mengetahui tahap-tahapnya.
Adapun tahap-tahap implementasi pendekatan STM dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :
1.      Tahap apersepsi (inisiasi, invitasi, dan eksplorasi) yang mengemukakan isu/masalah actual yang ada di masyarakat.
2.      Tahap pembentukan konsep, yaitu siswa membangun atau mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui observasi, eksperimen, dan diskusi.
3.      Tahap aplikasi konsep atau penyelesaian masalah, yaitu menganalisis isu/masalah yang telah dikemukakan di awal pembelajaran berdasar konsep yang telah dipahami siswa.
4.      Tahap pemantapan konsep, dimana guru memberikan pemahaman konsep agar tidak terjadi kesalahan konsep pada siswa.
5.      Tahap evaluasi, dapat berupa evaluai proses maupun evaluasi hasil.
D.      Penerapan Pendekatan STM
Pendekatan STM, sesuai dengan pengertian dan tujuan yang diungkapkan sebelumnya, dalam penerapannya di dalam kelas sesungguhnya tidak membutuhkan konsep ataupun proses yang terlalu unik. Sebagaimana menurut pandangan National Science Teachers Association (1990:1), there are no concepts and/or processes uniqe to STS. Hanya saja, ada beberapa prinsip yang harus dimunculkan dalam pendekatan STM menurut National Science Teachers Association (1990:2) yaitu sebagai berikut:
1.      Peserta didik melakukan identifikasi terhadap persoalan dan dampak yang ditimbulkan dari persoalan tersebut yang muncul di sekitar lingkungannya.
2.      Menggunakan sumberdaya lokal untuk mencari informasi yang dapat digunakan dalam penyelesaian persoalan yang telah berhasil diidentifikasi.
3.       Menfokuskan pembelajaran pada akibat yang ditimbulkan oleh sains teknologi masyarakat bagi peserta didik.
4.      Pandangan bahwa pemahaman terhadap konten sains lebih berharga daripada sekedar mampu mengerjakan soal.
5.       Adanya penekanan kepada keterampilan proses yang dapat digunakan peserta didik untuk menyelesaikan persoalannya sendiri.
6.      Adanya penekanan pada kesadaran berkarir, terutama karir yang berhubungan dengan sains  teknologi masyarakat.
7.       Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memperoleh pengalaman tentang aturan hidup bermasyarakat yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang telah diidentifikasi.

E.       Implementasi pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam Pembelajaran
            Menurut Poedjiadi (2005), pelaksanaan pendekatan STM dapat dilakukan melalui tiga macam strategi, yaitu:
1)      Strategi pertama, menyusun topik- topik tertentu yang menyangkut konsep-konsep yang ingin ditanamkan pada peserta didik. Pada strategi ini, di awal pembelajaran (topik baru) guru memperkenalkan atau menunjukkan kepada peserta didik adanya isu atau masalah di lingkungan anak atau menunjukkan aplikasi sains atau suatu produk teknologi yang ada di lingkungan mereka. Masalah atau isu yang ada di lingkungan masyarakat dapat pula diusahakan agar ditemukan oleh anak sendiri setelah guru membimbing dengan cara-cara tertentu. Melalui kegiatan eksperimen atau diskusi kelompok yang dirancang oleh guru, akhirnya dibangun atau dikonstruksi pengetahuan pada anak. Dalam hal ini, pengetahuan yang berbentuk konsep-konsep.
2)      Strategi kedua, menyajikan suatu topik yang relevan dengan konsep-konsep tertentu yang termasuk dalam standar kompetensi atau kompetensi dasar. Pada saat membahas konsep-konsep tertentu, suatu topik relevan yang telah dirancang sesuai strategi pertama dapat diterapkan dalam pembelajaran. Dengan demikian program STM merupakan suplemen dari kurikulum.
3)      Strategi ketiga, mengajak anak untuk berpikir dan menemukan aplikasi konsep sains dalam industri atau produk teknologi yang ada di masyarakat di sela-sela kegiatan belajar berlangsung. Contoh-contoh adanya aplikasi konsep sains, isu atau masalah, sebaiknya diperkenalkan pada awal pokok bahasan tertentu untuk meningkatkan motivasi peserta didik mempelajari konsep-konsep selanjutnya, atau mengarahkan perhatian peserta didik kepada materi yang akan dibahas sebagai apersepsi.


Untuk mengimplementasikan pendekatan STM dalam pembelajaran, Dass (1999) dalam Raja (2009) mengemukakan empat langkah kegiatan kelas yang secara komprehensif merupakan upaya mengembangkan pemahaman murid dan pelaksanaan suatu proyek STM yang berhubungan preservice guru. Keempat langkah pembelajaran tersebut adalah:
1)      Fase Invitasi
Pada Preservice teachers (PSTs)tahap ini, guru melakukan brainstorming dan menghasilkan beberapa kemungkinan topik untuk penyelidikan. Topik dapat bersifat global atau lokal, tetapi harus merupakan minat siswa dan memberikan wilayah yang cukup untuk penyelidikan bagi siswa. Menurut Aisyah (2007), Apersepsi dalam kehidupan juga dapat dilakukan, yaitu mengaitkan peristiwa yang telah diketahui siswa dengan materi yang akan dibahas. Dengan demikian, tampak adanya kesinambungan pengetahuan, karena diawali dengan hal-hal yang telah diketahui siswa sebelumnya dan ditekankan pada keadaan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.
2)      Eksplorasi
Pada tahap ini, guru dan siswa mengidentifikasi daerah kritis penyelidikan. Data-data dan informasi dapat dikumpulkan melalui pertanyaan-pertanyaan atau wawancara, kemudian menganalisis informasi tersebut. Data dan informasi dapat pula diperoleh melalui telekomunikasi, perpustakaan dan sumber-sumber dokumen publik lainnya. Dari sumber-sumber informasi, siswa dapat mengembangkan penyelidikan berbasis ilmu pengetahuan untuk menyelidiki isu-isu yang berkaitan dengan masalah ini. Pemahaman tentang hujan asam, misalnya, dilakukan dalam laboratorium untuk menyelidiki sifat-sifat asam dan basa. Penyelidikan ini memberikan pemahaman dasar untuk pengembangan, pengujian hipotesis, dan mengusulkan tindakan (Dass, 1999 dalam Raja, 2009).
Menurut Aisyah (2007), tahap kedua ini merupakan proses pembentukan konsep yang dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan dan metode. Misalnya pendekatan keterampilan proses, pendekatan sejarah, pendekatan kecakapan hidup, metode demonstrasi, eksperimen di labolatorium, diskusi kelompok, bermain peran dan lain-lain. Pada akhir tahap kedua, diharapkan melalui konstruksi dan rekonstruksi siswa menemukan konsep-konsep yang benar atau konsep-konsep para ilmuan. Selanjutnya berbekal pemahaman konsep yang benar siswa melanjutkan analisis isu atau masalah yang disebut aplikasi konsep dalam kehidupan.
3)      Fase Mengusulkan Penjelasan dan Solusi
Pada tahap ini, siswa mengatur dan mensintesis informasi yang mereka telah kembangkan sebelumnya dalam penyelidikan. Proses ini termasuk komunikasi lebih lanjut dengan para ahli di lapangan, pengembangan lebih lanjut, memperbaiki, dan menguji hipotesis mereka, dan kemudian mengembangkan penjelasan tentatif dan proposal untuk solusi dan tindakan. Hasil tersebut kemudian dilaporkan dan disajikan kepada rekan-rekan kelas untuk menggambarkan temuan, posisi yang diambil, dan tindakan yang diusulkan (Dass, 1999 dalam Raja, 2009).
4)      Fase Mengambil Tindakan
Berdasarkan temuan yang dilaporkan dalam fase ketiga (mengajukan penjelasan dan solusi), siswa menerapkan temuan-temuan mereka dalam beberapa bentuk aksi sosial. Jika tindakan ini melibatkan masyarakat sebagai pelaksana, misalnya membersihkan daerah berbahaya anak dapat menghubungi pejabat publik yang dapat mendukung pikiran dan temuan mereka. Anak menyajikan informasi ini kepada rekan-rekan kelas mereka. Untuk mengungkap penguasaan pengetahuan sains dan teknologi anak selama pembelajaran, dapat dilakukan melalui suatu evaluasi. Evaluasi merupakan suatu pengukuran atau penilaian terhadap sesuatu prestasi atau hasil yang telah dicapai. Mengingat penguasaan sains dan teknologi dalam hal ini merupakan penguasaan sains dan teknologi yang berkaitan dengan aspek masyarakat, maka kriteria pengembangan evaluasinya dapat mengacu kepada pengembangan evaluasi dalam unit STM. Menurut Varella (1992) dalam Widyatiningtyas (2009), evaluasi dalam STM meliputi ruang lingkup aspek:
1.      Pemahaman konsep sains dalam pengalaman kehidupan sehari-hari.
2.      Penerapan konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan sains untuk masalah-masalah teknologi sehari-hari.
3.      Pemahaman prinsip-prinsip sains dan teknologi yang terlibat dalam alat-alat teknologi yang dimamfaatkan masyarakat.
4.       Penggunaan proses-proses ilmiah dalam pemecahan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
5.      Pembuatan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan kesehatan, nutrisi, atau hal-hal lain yang didasarkan pada konsep-konsep ilmiah.
F.       Problematika Pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam Pembelajaran      Aisyah (2007), mengemukakan empat hambatan pembelajaran dengan pendekatan STM, yaitu:
1)      waktu
Waktu merupakan faktor penting untuk menentukan materi-materi apa yang akan diajarkan pada siswa. Pelaksanaan seluruh fase pembelajaran pada konten tertentu, kadang-kadang membutuhkan waktu yang panjang sehingga memerlukan analisa yang baik untuk memilih dan mengalokasikan waktu untuk implementasinya. Siswa membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan data dari nara sumber secara mendetail. Oleh karena itu, siswa harus kerjasama dengan baik antar anggota kelompok agar data yang diperoleh dapat maksimal. Beberapa sekolah memilih waktu di sore hari atau jalur ekstrakurikuler untuk penerapan STM agar tidak terganggu dengan aktivitas belajar yang lain. Bahkan, gelar kasus (show case) yang dilanjutkan dengan refleksi diri, biasanya dilaksanakan pada akhir semester (Aisyah, 2007).
2)      Biaya
Biaya merupakan faktor yang penting dalam implementasi STM. Biaya dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan STM dari mulai identifikasi masalah, sampai pelaksanaan gelar kasus (show case). Umumnya, pihak sekolah belum mengalokasikan biaya untuk kegiatan pembelajaran STM. Oleh karena itu, pihak sekolah khusunya hendaknya memberi dorongan moril maupun materil untuk terselenggaranya penerapan STM ini. Dalam hal dorongan materil, dapat dirintis pembiayaan penerapan metode ini secara swadaya (Aisyah, 2007).
3)      kompetensi guru
Kompetensi guru sangat penting dalam pembelajaran STM, terutama dalam penguasaan materi inti, problem solving dan hubungan interpersonal. Umumnya guru belum memiliki pengetahuan yang baik tentang pendekatan STM sehingga penerapan pendekatan ini masih sangat jarang ditemukan. Selain itu, paradigma guru dalam menginterpretasikan dan mengembangkan kurikulum, masih berbasis konten sehingga guru merasa dituntut untuk menyampaikan materi tepat pada waktunya dan lupa berinovasi dalam pembelajaran (Aisyah, 2007).

4)      komunikasi dengan stakeholder (orang tua, masyarakat, dan birokrat).
            Kerja sama antara sekolah dengan lembaga-lembaga terkait diperlukan pada saat siswa merencanakan untuk mengunjungi lembaga tertentu atau meninjau kawasan yang menjadi tanggung jawab lembaga tertentu. Misalnya mengunjungi rumah sakit daerah, observasi pada pabrik produk bahan makanan dan sebagainya. Untuk kelancaran kegiatan, anak perlu dibekali surat pengantar dari sekolah, atau sekolah melakukan pemrosesan izin ke lembaga yang terkait sebelum kegiatan dilaksanakan. Selain itu, komunikasi dengan orang tua perlu diintensifkan. Orang tua perlu diberi pemahaman sehingga seluruh aktivitas anak yang menyita waktu dapat dimaklumi atau mendapat support dari orang tua (Aisyah, 2007).
Menurut Aisyah (2007), hambatan lain dalam penerapan pendekatan ini adalah siswa belum terbiasa untuk berpikir kritis dan belajar mengambil pengalaman di lapangan, sehingga dibutuhkan kesabaran dan ketekunan guru untuk mengarahkan dan membimbing siswa dalam pembelajaran. Untuk menerapkan pendekatan ini, peranan guru dimulai dari perencanaan pengajaran, pengelola pengajaran, penilai hasil belajar, motivator dan pembimbing. Pendekatan STM menuntut kompetensi pedagogik, kompetensi professional, kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian yang baik.

















BAB III
PENUTUP

A.      Simpulan
1.      Pendekatan STM pada hakekatnya dimaksudkan untuk menjembatani kesenjangan antara kemajuan iptek, membanjirnya informasi ilmiah dalam dunia pendidikan, dan nilai-nilai iptek itu sendiri dalam kehidupan siswa sehari-hari sebagai anggota masyarakat.
2.      Implementasi pendekatan STM, dapat dilakukan melalui empat fase yaitu invitasi, eksplorasi, mengusulkan penjelasan dan solusi, dan mengambil tindakan.
3.      Problematika dalam penerapan pendekatan dapat berupa concerns over conkehawatiran konten, discomfort with grouping,ketidaknyamanan dengan pengelompokan, uncertainties about evaluation,ketidakpastian tentang evaluasi, frustrations about student population, andfrustrasi tentang populasi siswa, dan confusion over the teacher’s role.kebingungan peran guru, waktu, biaya, kompetensi guru, dan komunikasi dengan stakeholder.
B.       Saran

















DAFTAR PUSTAKA

Poedjiadi, Anna. 2005. Sains Teknologi Masyarat: Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya.
 Aisyah. 2007. Penerapan Metode Pembelajaran Portofolio dengan Pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat (STM) pada Mata Pelajaran Ekonomi Kelas X SMA Negeri 15 Semarang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Raja, Kenneth P. 2009. Examintion of the science-technology-society with curriculum approach. http: //www.cedu.niu.edu/scied/courses/ciee344/course files_king/sts_reading.htm. Diakses tanggal 6 Maret 2014.
http://pcsantoso.blogspot.com/2011/04/makalah-pendekatan-sains-teknologi-dan.html.

0 komentar:

Posting Komentar


up