HAKIKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN DI SD
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Hakikat
Belajar dan Pembelajaran
Proses belajar adalah proses yang kompleks, tergantung pada teori belajar
yang dianutnya.
1.
Pengertian
Belajar dan Pembelajaran
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian belajar, diantaranya :
Howard L. Kingsley
dalam Dantes (1997) mengemukakan bahwa 'belajar adalah suatu proses bukan
produk. Proses dimana sifat dan tingkah laku ditimbulkan dan diubah melalui
praktek dan latihan‟.
a.
Hilgard dalam Nasution (1997:35) mengatakan
bahwa belajar adalah „proses melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui
jalan latihan yang dibedakan dari perubahan-perubahan oleh factor-faktor yang
tidak termasuk latihan‟.
b.
Jauhari (2000:75) mengatakan bahwa belajar
adalah „proses untuk memperoleh perubahan yang dilakukan secara sadar, aktif,
dinamis, sistematis, berkesinambungan, integrativ dan tujuan yang jelas‟.
c.
Fontana dalam Khoir (1991) memusatkan belajar
dalam tiga hal, yaitu belajar adalah mengubah tingkah laku, perubahan adalah
hasil dari pengalaman, dan perubahan terjadi dalam perilaku individu.
Jadi,
pada hakekatnya belajar adalah segala proses atau usaha yang dilakukan secara
sadar, sengaja, aktif, sistematis dan integrativ untuk menciptakan
perubahan-perubahan dalam dirinya menuju kearah kesempurnaan hidup. Dari
pengertian tersebut terdapat tiga unsur pokok dalam belajar, yaitu:
1. Proses
Belajar adalah proses mental dan
emosional atau proses berpikir dan merasakan. Seorang dikatakan belajar apabila
pikiran dan perasaanya aktif. Aktivitas pikiran dan perasaan itu sendiri tidak
dapat diamati orang lain, akan tetapi dirasakan oleh yang bersangkutan sendiri.
Guru tidak dapat melihat aktivitas pikiran dan perasaan siswa. Guru melihat
dari kegiatan siswa sebagai akibat adanya aktivitas pikiran dan perasaan siswa,
contohnya: siswa bertanya, menanggapi, menjawab pertanyaan guru, diskusi,
memecahkan soal matematika, melaporkan hasil kerja, membuat rangkuman, dan
sebagainya. Itu semua adalah gejala yang nampak dari aktivitas mental dan
emosional siswa.
Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan
manifestasi dari adanya aktivitas mental (berpikir dan merasakan). Bagaimana
bila siswa hanya duduk saja pada saat guru menjelaskan pelajaran? Apakah dapat
dikategorikan sebagai belajar? Jawabnya adalah, apabila siswa tersebut duduk
sambil menyimak penjelasan guru, maka dapat dikategorikan sebagai belajar.
Tetapi apabila siswa hanya duduk sambil pikiran dan perasaannya
melayang-lanyang atau melamun diluar pelajaran yang dijelaskan guru, maka siswa
tersebut tidak sedang belajar, tetapi sedang melamun. Tetapi perlu dicatat,
bahwa belajar tidak hanya dengan mendengarkan penjelaskan guru saja (tidak
harus ada yang mengajar), karena belajar dapat dilakukan siswa dengan berbagai
macam cara dan kegiatan, asal terjadi interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Misalnya dengan mengamati demonstrasi guru, mencoba sendiri, mendiskusikan
dengan teman, melakukan eksperimen, memecahkan persoalan, mengerjakan soal,
membaca sendiri dan sebagainya. Belajar hendaknya melakukan aktivitas mental
pada kadar yang tinggi. Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi
pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke
liang lahat. (Arief Sadiman, 1986;1)
Coba anda bandingkan dan tentukan mana
diantara kegiatan belajar di bawah ini yang memiliki kadar aktivitas mental
tinggi:
1) Yulia sedang menyimak penjelasan guru
secara seksama, kemudian bertanya materi yang tidak dipahami
2) Andi dan Lia sedang mendiskusikan
materi baru dengan dua temannya secara serius. Pengembangan Bahan Pembelajaran
3) Rio melakukan eksperimen tentang pentingnya
udara bagi hidup manusia.
Jawabannya
kegiatan belajar ke dua merupakan kegiatan belajar yang berkadar aktivitas
mental tinggi. Karena siswa menyampaikan argumentasi-argumentasi dalam
berdiskusi menggunakan proses berpikir (mental) yang kompleks.
2. Perubahan
Perilaku
Hasil belajar akan nampak pada perubahan
perilaku individu yang belajar. Seseorang yang belajar akan mengalami perubahan
perilaku sebagai akibat kegiatan belajarnya. Pengetahuan dan keterampilanya
bertambah, dan penguasaan nilai-nilai dan sikapnya bertambah pula. Menurut para
ahli psikologi tidak semua perubahan perilaku sebagai hasil belajar. Perubahan
perilaku karena factor kematangan, karena lupa, karena minum minuman keras
bukan termasuk sebagai hasil belajar, karena bukan perubahan dari hasil
pengalaman (berinteraksi dengan lingkungan), dan tidak terjadi proses mental
emosional dalam beraktivitas. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar
diklasifikasikan menjadi tiga domain yaitu: Kognitif, Afektif, dan
Psikomotorik. Domain kognitif meliputi perilaku daya cipta, yaitu berkaitan
dengan kemampuan intelektual manusia, antara lain: kemampuan mengingat (knowledge),
memahami (comprehension), menerapkan (application), menganalisis
(analysis), mensintesis (synthesis), dan mengevaluasi (evaluation).
Domain afektif berkaitan dengan perilaku daya rasa atau emosional manusia,
yaitu kemampuan menguasai nilai-nilai yang dapat membentuk sikap seseorang.
Domain psikomotorik berkaitan dengan perilaku dalam bentuk
keterampilan-keterampilan motorik (gerakan pisik).
Pada Pembelajaran perubahan perilaku
sebagai hasil belajar yang ingin dicapai ini dapat dirumuskan dalam bentuk
tujuan pembelajaran atau rumusan kompetensi yang ingin dicapai dengan segala
indikatornya. Contoh rumusan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang akan
dicapai dalam pembelajaran: “Siswa dapat mengubah pecahan biasa ke dalam bentuk
pecahan decimal dan mengurutkannya”. Kata dapat mengubah merupakan perilaku hasil belajar yang
akan dicapai dalam pembelajaran. Coba Anda mencoba merumuskan tujuan
pembelajaran atau kompetensi yang lain.
3. Pengalaman
Belajar adalah mengalami, dalam arti
bahwa belajar terjadi karena individu berinteraksi dengan lingkungannya, baik
lingkungan pisik maupun lingkungan social. Lingkungan pisik adalah lingkungan
di sekitar individu baik dalam bentuk alam sekitar (natural) maupun
dalam bentuk hasil ciptaan manusia (cultural).
Macam-macam ligkungan pisik yang
bersifat natural antara lain pantai, hutan, sungai, udara, air, dan sebagainya.
Bersifat cultural adalah buku, media pembelajaran, gedung sekolah, perabot
sekolah, dan sebagainya. Adapun lingkungan social siswa diantaranya guru, orang
tua, pustakawan, pemuka masyarakat, kepala sekolah, dsb. Lingkungan
pembelajaran yang baik ialah lingkungan yang merangsang dan menantang siswa
untuk belajar. Guru yang mengajar tanpa menggunakan alat peraga tentu kurang
merangsang / menantang siswa untuk belajar. Apalagi bagi siswa SD yang
perkembagan intelektualnya masih mebutuhkan alat peraga. Semua lingkungan yang
diperlukan untuk belajar siswa ini didesain secara integral akan menjadi bahan
belajar dan pembelajaran yang efektif.
Belajar dapat dilakukan melalui
pengalaman langsung maupun pengalaman tidak langsung. Siswa yang melakukan
eksperimen adalah contoh belajar dengan pengalaman langsung. Sedang siswa belajar
dengan mendengarkan penjelasan guru atau membaca buku adalah contoh belajaran
melalui pengalaman tidak langsung.
Coba Anda tetapkan mana kegiatan belajar
berikut ini yang merupakan pengalaman langsung dan tidak langsung:
a. Siswa kelas IV sedang mengamati
permukaan air dalam sebuah bejana berhubungan, untuk megetahui salah satu sifat
air.
b. Siswa kelas III sedang mendengarkan
penjelasan guru tentang bagaimana proses terjadinya gerhana matahari dan bulan.
c. Siswa kelas I SD belajar menghitung
penjumlahan dan pengurangan 1 – 10 menggunakan jari-jari tangannya.
d. Dalam
kunjungan di tempat bersejarah Siswa kelas V SD mendapat penjelasan dari juru
kunci (penjaga) tentang sejarah tempat yang dikunjungi tersebut.
Keempat tugas latihan
tersebut, jelas tugas pertama dan ketiga merupakan pengalaman langsung, sedang
tugas kedua dan keempat merupakan pengalaman tidak langsung. Agar kegiatan
belajar mencapai hasil yang maksimal, ada hal penting yang harus diperhatikan
dan diupayakan. Hal penting ini merupakan pedoman atau ketentuan yang harus
dijadikan pegangan dalam pelaksanaan kegiatan belajar kita sebut sebagai
Pengembangan Bahan Pembelajaran.
Skinner dalam Syamsudin (2000) berpendapat bahwa
proses belajar melibatkan tiga tahapan yaitu adanya rangsangan, lahirnya
perilaku dan adanya penguatan. Munsterberg dan Taylor dalam Nasution (2000:50)
mengadakan penelitian ilmiah tentang cara-cara belajar yang baik, dari 517 cara
belajar yang baik, ada beberapa point yang sangat penting, diantaranya :
a)
Keadaan jasmani yang sehat
b)
Keadaan sosial dan ekonomi yang stabil
c)
Keadaan mental yang optimis
d)
Menggunakan waktu yang sebaik-baiknya
e)
Membuat catatan
Dalam menuju kesempurnaan hidup, belajar tidak lepas
dari keseluruhan aspek pribadi manusia. Ada beberapa macam-macam aktifitas
dalam belajar yang perlu diperhatikan, yaitu :
a.
Menggunakan panca indra untuk mengindra dan
mengamati yang merupakan kegiatan belajar yang paling mendasar dan telah
dilakukan sejak awal kehidupan manusia.
b.
Membaca merupakan kegiatan belajar yang paling
penting dan utama dalam belajar.
c.
Mencatat dan menulis point-point penting dari
yang telah diamati dan dibaca sangat diperlukan untuk memperkuat ingatan dan
mudah direproduksi kembali.
d.
Mengingat dan menghafal adalah cara mudah untuk
menyimpan kesan-kesan dalam memori.
e.
Berfikir dan berimajinasi akan mampu melahirkan
banyak karya yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
f.
Bertanya dan berkonsultasi tentang sesuatu yang
belum diketahui merupakan kegiatan belajar yang harus dibiasakan.
g.
Latihan dan mempraktekan sesuatu yang telah
dipelajari akan mampu menciptakan perubahan dalam dirinya.
h.
Menghayati pengalaman, karena pengalaman adalah
guru terbaik.
Belajar merupakan peningkatan dan perubahan kemampuan
kognitif, apektif, dan psikomotorik kearah yang lebih baik lagi. Keberhasilan
belajar siswa merupakan akibat dari tindakan dari sebuah pembelajaran yang
tidak lepas dari peran aktif guru dan siswa itu sendiri dalam melaksanakan
proses pembelajaran. Dimyati dan Mujiono dalam Sukaesih (2002:22) mengenai
rekayasa pembelajaran menyebutkan bahwa :
a.
Guru melakukan rekayasa pembelajaran yang dilakukan berdasarkan kurikulum yang
berlaku.
b.
Siswa harus mempunyai kepribadian, pengalaman, dan tujuan
c.
Guru menyusun desain intruksional untuk membelajarkan siswa.
d.
Guru menyediakan kegiatan belajar mengajar siswa.
e.
Guru mengajar di kelas dengan maksud membelajarkan siswa dengan menggunakan
asas pendidikan dan teori belajar.
f.
Siswa mengalami proses belajar dalam meningkatkan kemampuannya.
g. Dari suatu proses belajar siswa suatu hasil belajar.
Dengan
belajar, seharusnya siswa dapat berubah menjadi lebih baik. Perubahan-perubahan
yang terjadi dari hasil belajar harus mengacu kepada kesadaran, niat, tujuan
belajar, berlangsung secara terus menerus dan menimbulkan perubahan positif
dalam moralitas, mental, pengetahuan, dan keterampilan siswa (Jauhari,
2000:78). Hal itu akan terwujud bila didukung oleh empat hal, yaitu :
a) Memiliki
kemauan dan kesiapan untuk belajar. Hal ini berkaitan dengan niat dan motivasi
siswa.
b) Adanya
keinginan untuk berprstasi. Hal ini berkaitan dengan semangat dan etos belajar
siswa.
c) Memiliki
kemampuan dan tradisi intelektual positif yang berkaitan dengan kecerdasan,
sikap, dan perilaku dalam belajar.
d) Berusaha
menciptakan suasana belajar yang kondusif, yang berhubungan dengan kondisi
fisik dan psikis.
Keberhasilan
belajar siswa dipengaruhi oleh unsur-unsur belajar, baik unsur luar maupun unsur
dalam. Unsur-unsur tersebut adalah:
a. Unsur
luar
1) Lingkungan
alami seperti keadaan suhu, kelembapan udara berpengaruh dalam proses dan hasil
belajar.
2) Lingkungan
social baik yang berwujud manusia maupun yang lainnya berpengaruh terhadap
proses dan hasil belajar.
3) Instrumental
yang terdiri dari kurikulum, program, sarana dan prasaran, serta guru sebagai
pendidik.
b. Unsur
dalam ( kondisi individu )
1) Kondisi fisiologis dan panca indra terutama
pendengaran dan penglihatan.
2) Kondisi psikologis yang terdiri atas
minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan keterampilan kognitif. (Nasution,1994).
Istilah pembelajaran
merupakan perkembangan dari istilah pengajaran, dan istilah belajar-mengajar
yang dapat kita perdebatkan, atau kita abaikan saja yang peting makna dari
ketiganya. Pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang (guru
atau yang lain) untuk membelajarkan siswa yang belajar. Pada pendidikan formal
(sekolah), pembelajaran merupakan tugas yang dibebankan kepada guru, karena
guru merupakan tenaga professional yang dipersiapkan untuk itu.
Pembelajaran di sekolah
semakin berkembang, dari pengajaran yang bersifat tradisional sampai
pembelajaran dengan sistem modern. Kegiatan pembelajaran bukan lagi sekedar
kegiatan mengajar (pengajaran) yang mengabaikan kegiatan belajar, yaitu sekedar
menyiapkan pengajaran dan melaksaakan prosedur mengajar dalam pembelajaran
tatap muka. Akan tetapi kegiatan
pembelajaran lebih kompleks lagi dan dilaksanakan dengan pola-pola pembelajaran
yang bervariasi.
Menurut Mudhofir (1987;
30) pada garis besarnya ada empat pola pembelajaran. Pertama, pola
pembelajaran guru dengan siswa tanpa menggunakan alat bantu/bahan pembelajaran
dalam bentuk alat peraga. Pola pembelajaran ini sangat tergantung pada
kemampuan guru dalam mengingat bahan pembelajaran dan menyampaikan bahan
tersebut secara lisan kepada siswa. Kedua, pola (guru + alat Bantu)
dengan siswa. Pada Pola pembelajaran ini guru sudah dibantu oleh berbagai bahan
pembelajaran yang disebut alat peraga pembelajaran dalam menjelaskan dan
meragakan suatu pesan yang bersifat abstrak. Ketiga pola (guru) +
(media) dengan siswa. Pola pembelajaran ini sudah mempertimbangkan keterbatasan
guru, yang tidak mungkin menjadi satu-satunya sumber belajar. Guru dapat
memanfaatkan berbagai media pembelajaran sebagai sumber belajar yang dapat
menggantikan guru dalam pembelajaran. Jadi pola ini pola pembelajaran
bergantian antara guru dan media dalam berinteraksi dengan siswa.
Konsekuensi pola
pembelajaran ini adalah harus disiapkan bahan pembelajaran yang dapat digunakan
dalam pembelajaran. Dan keempat, pola media dengan siswa atau pola
pembelajaran jarak jauh menggunakan media atau bahan pembelajaran yang
disiapkan. Berdasarkan pola-pola pembelajaran tersebut di atas maka
membelajarkan itu tidak hanya sekedar mengajar (seperti pola satu), karena
membelajarkan yang berhasil harus memberikan banyak perlakuan kepada siswa.
Peran guru dalam pembelajaran lebih dari sekedar sebagai pengajar (informator)
belaka, akan tetapi guru harus memiliki multi peran dalam pembelajaran. Dan
agar pola pembelajaran yang diterapkan juga dapat bervariasi, maka bahan
pembelajarannya harus dipersiapkan secara bervariasi juga.
Menurut Adams & Dickey (dalam Oemar
Hamalik, 2005: 123-126), peran guru sesungguhnya sangat luas, meliputi:
a. Guru
sebagai pengajar (teacher as instructor)
b. Guru
sebagai pembimbing (teacher as counselor)
c. Guru
sebagai ilmuwan (teacher as scientist)
d. Guru
sebagai pribadi (teacher as person)
Bahkan dalam arti luas, di mana sekolah berubah
fungsi menjadi penghubung antara ilmu/teknologi dengan masyarakat, dan sekolah
lebih aktif ikut dalam pembangunan, maka peran guru menjadi lebih luas. Dalam
kaitannya dengan aktivitas belajar sebagai proses mental dan emosional siswa
dalam mencapai kemajuan, maka guru hendaknya berperan dalam memfasilitasi agar
terjadi proses mental emosional siswa tersebut sehingga dapat dicapai kemajuan
tersebut. Guru harus berperan sebagai motor penggerak terjadinya aktivitas
belajar dengan cara memotivasi siswa (motivator), memfasilitasi belajar
(fasilitator), mengorganisasi kelas (organisator), mengembangkan bahan
pembelajaran (developer, desainer), menilai program-proses-hasil pembelajaran
(evaluator), memonitor aktivitas siswa (monitor).
B. Ciri – ciri
belajar
Adapun ciri-ciri
pembelajaran yang menganut unsur-unsur dinamis dalam proses belajar siswa
sebagai berikut :
a. Motivasi
belajar
Motivasi dapat dikatakan sebagai
serangkaina usaha untuk menyediakan kondisi kondisi tertentu, sehingga
seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatau, dan bila ia tidak suka, maka ia
akan berusaha mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi, motivasi dapat
dirangsang dari luar, tetapi motivasi itu tumbuh di dalam diri seseorang. Dalam kegiatan
belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di
dalam diri seseorang/siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjalin
kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang
dihendaki dapat dicapai oleh siswa (Sardiman, A.M. 1992).
b. Bahan
belajar
Yakni segala informasi yang berupa
fakta, prinsip dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Selain bahan yang berupa informasi, maka perlu diusahakan isi pengajaran dapat
merangsang daya cipta agar menumbuhkan dorongan pada diri siswa untuk
memecahkannya sehingga kelas menjadi hidup.
c. Alat
Bantu belajar.
Semua alat yang digunakan dalam
kegiatan pembelajaran, dengan maksud untuk menyampaikan pesan (informasi) dari
sumber (guru maupun sumber lain) kepada penerima (siswa). Inforamsi yang
disampaikan melalui media harus dapat diterima oleh siswa, dengan menggunakan
salah satu ataupun gabungan beberaapa alat indera mereka. Sehingga, apabila
pengajaran disampaikan dengan bantuan gambar-gambar, foto, grafik, dan
sebagainya, dan siswa diberi kesempatan untuk melihat, memegang, meraba, atau
mengerjakan sendiri maka memudahkan siswa untuk mengerti pengajaran tersebut.
d. Suasana
belajar
Suasana yang dapat menimbulkan
aktivitas atau gairah pada siswa adalah apabila terjadi :
a) Adanya
komunikasi dua arah (antara guru-siswa maupun sebaliknya) yang intim dan
hangat, sehingga hubungan guru-siswa yang secara hakiki setara dan dapat
berbuat bersama.
b) Adanya
kegairahan dan kegembiraan belajar. Hal ini dapat terjadi apabila isi pelajaran
yang disediakan berkesusaian dengan karakteristik siswa.
Kegairahan
dan kegembiraan belajar juga dapat ditimbulkan dari media, selain isi pelajaran
yang disesuaiakan dengan karakteristik siswa, juga didukung oleh factor intern
siswa yang belajar yaitu sehat jasmani, ada minat, perhatian, motivasi, dan
lain sebagainya.
e. Kondisi
siswa yang belajar
Mengenai kondisi siswa, dapat dikemukakan di sini
sebagai berikut :
a) Siswa
memilki sifat yang unik, artinya anatara anak yang satu dengan yang lainnya
berbeda.
b) Kesamaan
siwa, yaitu memiliki langkah-langkah perkembangan, dan memiliki potensi yang
perlu diaktualisasikan melalui pembelajaran.
Kondisi
siswa sendiri sangat dipengaruhi oleh factor intern dan juga factor luar, yaitu
segala sesuatau yang ada di luar diri siswa, termasuk situasi pembelajaran yang
diciptakan guru. Oleh Karena itu kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada
peranan dan partisipasi siswa, bukan peran guru yang dominan, tetapi lebih
berperan sebagai fasilitaor, motivator, dan pembimbing.
C.
PENGERTIAN PRINSIP BELAJAR
Prinsip
Belajar Menurut Gestalt
adalah suatu transfer belajar antara
pendidik dan peserta didik sehingga mengalami perkembangan dari proses
interaksi belajar mengajar yang dilakukan secara terus menerus dan diharapkan
peserta didik akan mampu menghadapi permasalahan dengan sendirinya melalui
teori-teori dan pengalaman-pengalaman yang sudah diterimanya.
Prinsip
Belajar Menurut Robert H Davies adalah suatu komunikasi terbuka antara
pendidik dengan peserta didik sehingga peserta didik termotivasi belajar yang
bermanfaat bagi dirinya melalui contoh-contoh dan kegiatan praktek yang
diberikan pendidik lewat metode yang menyenangkan peserta didik.
Berdasarkan pendapat para ahli,
disimpulkan bahwa prinsip belajar adalah landasan berpikir, landasan berpijak,
dan sumber motivasi agar Proses Belajar dan Pembelajaran dapat berjalan dengan
baik antara pendidik dengan peserta didik.
D. PRINSIP-PRINSIP
BELAJAR YANG TERKAIT DENGAN PROSES BELAJAR
Banyak teori dan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan
oleh para ahli yang satu dengan yang lain memiliki persamaan dan perbedaan.
Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa prinsip yang relatif
berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik
bagi peserta didik yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru
dalam upaya meningkatkan mengajarnya.
Secara umum prinsip-prinsip
belajar berkaitan dengan :
1) Perhatian dan Motivasi
Perhatian
mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori
belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin
terjadi belajar (Gage n Berliner, 1984: 335 ). Perhatian terhadap belajar akan
timbul pada peserta didik apabila bahan
pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu dirasakan
sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih Ianjut atau
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk
mempelajarinya. Apabila
perhatian alami ini tidak ada maka peserta didik perlu dibangkitkan
perhatiannya. Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan yang sangat
penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan
mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan
kemudi pada mobil (gage dan Berliner, 1984 : 372). “Motivation is the concept
we use when we describe the force action on or whitin an organism yo initiate
and direct behavior”
Demikian
menurut H.L. Petri (Petri, Herbet L, 1986: 3). Motivasi dapat merupakan tujuan
dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi merupakan salah satu
tujuan dalam mengajar. Guru berharap bahwa peserta didik tertarik dalam
kegiatan intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar berakhir. Sebagai
alat, motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil
belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar peserta didik
dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan.
Motivasi
mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Peserta didik yang memiliki minat
terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan
dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut.
Motivasi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianggap penting dalan,
kehidupannya. Perubahan nilai-nilai yang dianut akan mengubah tingkah laku
manusia dan motivasinya. Karenanya, bahan-bahan pelajaran yang disajikan
hendaknya disesuaikan dengan minat peserta didik dan tidak bertentangan dengan
nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Sikap peserta didik, seperti halnya motif menimbulkan dan
mengarahkan aktivitasnya. Peserta didik yang menyukai matematika akan merasa
senang belajar matematika dan terdorong untulk belajar lebih giat, demikian
pula sebaliknya. Karenanya adalah kewajiban bagi guru untuk bisa menanamkan
sikap positif pada diri peserta didik terhadap mata pelajaran yang menjadi
tanggung jawabnya.
Motivasi
juga dibedakan atas motif intrinsik dan motif ekstrinsik. Motif
intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan.
Sebagai contoh, seorang peserta didik yang dengan sungguh-sungguh mempelajari
mata pelajaran di sekolah karena ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya.
Sedangkan motif ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada di luar perbuatan
yang dilakukannya tetapi menjadi penyertaanya. Sebagai contoh, peserta didik
belajar sungguh-sungguh bukan disebabkan ingin memiliki pengetahuan yang
dipelajarinya tetapi didorong oleh keinginan naik kelas atau mendapat ijazah.
Naik kelas dan mendapat ijazah adalah penyerta dari keberhasilan belajar.
Perhatian
erat sekali kaitannya dengan motivasi bahkan tidak dapat dipisahkan. Perhatian
ialah pemusatan energi psikis (fikiran dan perasaan) terhadap suatu objek.
Makin terpusat perhatian pada pelajaran, proses belajar makin baik dan hasilnya
akan makin haik pula. Oleh karena itu guru harus selalu berusaha supaya
perhatian peserta didik terpusat pada pelajaran. Memunculkan perhatian seseorang
pada suatu objek dapat diakibatkan oleh dua hal.
Pertama, orang itu merasa bahwa objek
tersebut mempunyai kaitan dengan dirinya umpamanya dengan kebutuhan, cita cita,
pengalaman, bakat, minat.
Kedua, Objek itu sendiri dipandang
memiliki sesuatu yang lain dari yang lain, atau yang lain dari yang biasa, lain
dari yang pada umumnya muncul.
Dari uraian kedua hal tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa,
1.
Belajar
dengan pernah perhatian pada pelajaran yang sedang dipelajari, proses dan
hasilnya akan lebih baik.
2.
Upaya
guru memumbuhkan dan meningkatkan perhatian peserta didik terhadap pelajaran
dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
a) Mengaitkan pelajaran dengan
pengalaman, kebutuhan, cita-cita, bakat atau minat peserta didik.
b) Menciptakan situasi pembelajaran
yang tidak monoton. Umpamanya penggunaan metode mengajar yang bervariasi,
penggunaan media, tempat belajar tidak terpaku hanya didalam kelas saja.
2) Keaktifan Belajar
Kecendrungan
psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk yang aktif. Anak
mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemampuan dan aspirasi
sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa
dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif
mengalami sendri. Mon
Dewey mengemukakan bahwa “belajar adalah menyangkut apa yang
harus dikerjakan peserta didik untuk dirmya sendiri. maka inisiatif harus
datang dari peserta didik sendiri.” Guru
sekedar pembimbing dan pengarah (John Dewy 1916. dalam Dak ks, 1937:3 1).
Dalam
setiap proses belajar, peserta didik selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan
itu beraneka ragam bentuknya. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati
sampai kegiatan psikis yang susah diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca,
mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Contoh
kegiatan psikis misaInya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam
memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain,
menyimpulkan basil percobaan, dan kegiatan psikis yang lain. Seperti yang telah dibahas di depan
bahwa belajar iu sendiri adalah akivitas, yaitu aktivitas mental dan emosional.
Bila ada peserta didik ) yang duduk di kelas pada saat pelajaran berlangsung,
akan tetapi mental emosionainya tidak terlibat akif didalam situasi
pembelajaran itu, Pada hakikamya peserta didik tersebut tidak ikut belajar. Oleh karena itu guru jangan
sekali-kali membiarkan ada peserta didik yang tidak ikut aktif belajar. Lebih
jauh dari sekedar mengaktifkan peserta didik belajar, guru harus berusaha
meningkatkan kadar aktifitas belaiar tersebut.
Kegiatan
mendengarkan penjelasan guru, sudah menunjukkan adanya aktivitas belajar. Akan
tetapi barangkali kadarnya perlu ditingkinkan dengan metode mengajar lain. Sekali untuk memantapkan
pemahaman anda tentang upaya meningkatkan kadar aktivitas belajar peserta
didik, coba anda tetapkan salah satu pokok bahasan dari salah satu mata
pelajaran yang biasa diajarkan. Silahkan anda rancang kegiatan-kegiatan belajar yang
bagaimana yang harus peserta didik anda lakukan, supaya kadar aktivitas
belajair mereka relatif tinggi. Bila
sudah selesai anda kerjakan, silahkan diskusikan deingan guru lain disekolah
anda atau guru sesama peserta program
3) Keterlibatan Langsung Dalam Belajar
Di muka telah dibkarakan bahwa belajar haruslah dilakukan
sendiri oleh peserta didik yang, belajar adalah mengalami, belajar tidak bisa
dilimpahkan kepada orang lain. Edgar
Dale dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerueut
pengalamannya mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar
melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung peserta
didik tidak sekadar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati,
terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab tehadap hasilnya.
Sebagai contoh seseorang yang belajar membuat tempe, yang paling baik apabila
ia terlihat secara langsng dalam perbuatan (direct performance), bukan sekadar
melihat bagaimana orang menikmati tempe (demonstrating), apalagi sekadar
mendengar orang bercerita bagaimana cara pembuatan tempe (telling).
Pentingnya
ketelibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey dengan “leaming
by doing”-nya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung. Belajar
harus dilakukan oleh peserta didik secara aktif, baik individual maupun
kelompok, dengan cara memecahkan masalah (prolem solving). Guru bertindak
sebagai pembimbing dan fasilitator.
Keterlibatan
peserta didik di dalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik semata, namun
lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan
dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam
penghayatan dan intemalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilat, dan
juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.
4) Pengulangan
Belajar
Prinsip
belajar yang menekankan perlunya pengulangan yang dikemukakan oleh teori
Psikologi Dava. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada
pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat. mengkhayal,
merasakan. berpikir. dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka
dasya-daya tersebut akan berkembang. Seperti hainya pisau yang selalu diasah
akan menjadi tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan pengadaan
pengulangan-pengulangan akan menjadi sempuma.
Teori lain
yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori psikologi Asosiasi atau
Koneksionisme dengan tokoh yang terkenal Thorndike. Berangkat dari salah
satu hukum belajarnya “law of exercise“, ia mengemukakan bahwa belajar
ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons. dan pengulangan
terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respons benar.
Seperti
kata pepatah “latihan menjadikan sempurna” (Thomdike, 1931b:20. dari Gredlei,
Marget E Bell, terjemahan Munandir, 1991: 51).Psikologi Conditioning yang
merupakan perkembangan lebih lanjut dari Koneksionisme juga menekankan
pentingnya pengulangan dalam belajar. Kalau pada Koneksionisme, belajar adalah
pembentukan hubungan stimulus dan respons maka pada psikologi conditioning
respons akan timbul bukan karena saja stimulus, tetapi juga oleh stimulus
yang dikondisikan.
Banyak
tingkah laku manusia yang terjadi karena kondisi, misalnya peserta didik
berbaris masuk ke kelas karena mendengar bunyi lonceng, kendaman berhenti
ketika lampu Ialu lintas berwarna merah. Menurut teori ini perilaku individu
dapat dikondisikan, dan belajar merupakan upaya untuk mengkondisikan suatu
perilaku atau respons terhadap sesuatu. Mengajar adalah membentuk kebiasaan,
mengulang-ulang sesuatu perbuatan sehingga menjadi suatu kebiasaan dan
pembiasaan tidak perlu selalu oleh stimulus yang sesungguhnya, tetapi dapat
juga oleh stimulus penyerta.
Ketiga
teori tersebut menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam belajar walaupun
dengan tujuan yang berbeda. Yang pertama pengulangan untuk melatih daya-daya
jiwa sedangkan yang kedua dan ketiga pengulangan untuk respons yang benar dan
membentuk kebiasaan- kabiasaan. Walaupun kita tidak japat menerima bahwa
belajar adalah pengulangan seperti yang dikemukakan ketiga teori tersebut,
karena tidak dapat dipakai untuk menerangkan semua bentuk belajar, namun
prinsip pengulangan masih relevan sebagai dasar pembelajaran. Dalam belajar
tetap diperlukan latihan/pengulangan. Metode drill dan stereotyping adalah
bentuk belajar yang menerapkan prinsip pengulangan (Gage dan Berliner, 1984:
259).
5)
Sifat Merangsang Dan Menantang Dari Materi Yang Dipelajari
Teori
Medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa dalam, situasi belajar
berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi belajar
peserta didik menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu
terdapat hambatan yang mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk
mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahasa belajar tersebut.
Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka
ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Agar pada
anak timbul motif yang Kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik maka bahan
belajar haruslah menantang. Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar
haruslah menantang.tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat peserta
didik bergairah untuk mengatasinya.
Bahan
belajar yang baru, yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat
peserta didik tertantang untuk mempelajarinya. Pelajaran yang memberi
kesempatan pada peserta didik untuk menermakan konsep-konsep, prinsip-prinsip,
dan generalisasi akan menyebabkan peserta didik berusaha meneari dan menemukan
konsp-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi tersebut. Bahan belajar yang
telah mendan saja kurang menarik bagi peserta didik.
Penggunaan
metode eksperimen, inkuiri, diskoveri juga memberikan tantangan bagi peserta didik
untuk belajar secara lebih giat dan sungguh-sungguh. Penguatan positif maupun negatif
juga akan menantang peserta didik dan menimbulkan motif untuk memperoleh
gaujaran atau terhindar dari hukum yang tidak menyenangkan.
6) Pemberian Balikan Atau Umpan Balik
Dan Penguatan Belajar
Prinsip
belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama ditekankan oleh
teori belajar operant Conditioning dari B.F. Skinner. Kalau pada teori
conditioning yang diberi kondisin adalah stimulusnya, maka pada operant conditioning
yang diperkuat adalah responsnya. Kunci dari teori belajar im adalah law of
effect – nya Thomdike. Peserta didik akan belajar lebih bersemangat apabila
mengetahui dan mendapatkan hasil yang haik. Hasil, apalagi hasil yang baik,
akan merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengarub baik bagi usaha
belajar selanjutnya. Namum dorongan belajar itu menurut B.E Skinner tidak saja
oleh penguatan yang menyenangkan tetapi juga ada yang tidak menyenangkan. Atau
dengan kata lain penguatan positif maupun negatif dapat memperkuat belajar
(gage dan Berliner, 1984: 272).
Peserta
didik belajar sungguh-sungguh
dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yamg baik itu mendorong
anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operant
conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya anak yang mendapatkan nilai
yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut
tidak naik kelas ia terdorong tuk belajar lebih giat. Di sini nilai buruk dan
dan rasa takut lidak naik kelas juga bisa mendorong anak untuk belajar lebih
giat. Inilah yang disebut penguatan negatif. Di sini peserta didik mencoba
menghindar dari peristiwa yang tidak menyenangkan, maka penguatanatan negatif
juga disebut escape conditioning, Format sajian berupa tanya jawab,
diskusi, eksperimen, metode penemuan, dan sebagainya merupakan cara
belajar-mengajar yang memungkinkan terjadinya balikan dan penguatan. Balikan
yang segera diperoleh peserta didik setelah belajar melalui penggunaan
metode-metode ini akan membuat peserta didik terdorong untuk belajar lebih giat
dan bersemangat.
0 komentar:
Posting Komentar